Orang Yang Berkata Kita Dihujani Karena BintangMaka Dia Kafir
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam
Orang Yang Berkata “Kita Dihujani Karena Bintang” Maka Dia Kafir merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 23 Muharram 1444 H / 21 Agustus 2022 M.
Kajian Hadits Orang Yang Berkata “Kita Dihujani Karena Bintang” Maka Dia Kafir
Kita masuk ke bab من قال مُطِرُنا بالأنواء فهو كافر (orang yang berkata: “kita dihujani karena bintang” maka dia kafir).
Orang yang mengatakan bahwa “kita dihujani karena bintang” ini ada beberapa keadaan. Yaitu:
- Meyakini bahwa yang menurunkan hujan itu bintang. Maka ini jelas kufur besar. Karena yang menurunkan hujan hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Meyakini bahwa Allah yang menurunkan hujan, namun bintang pun mempunyai pengaruh. Maka ini juga termasuk syirik besar. Karena bintang sama sekali tidak punya pengaruh apa-apa.
- Meyakini bahwasanya Allah yang menurunkan hujan, namun bintang menjadi salah satu sebab turunnya hujan. Maka ini juga termasuk kufur karena telah menjadikan sesuatu sebab yang sama sekali tidak ditunjukkan oleh syariat. Kita tidak boleh meyakini sesuatu sebagai sebab tanpa ada dalil dari syariat.
Tiga keadaan ini tidak dibenarkan. Karena bintang dalam Islam hanya mempunyai tiga fungsi saja. Yaitu:
- Sebagai penghias langit.
- Pelempar setan. Ini ditunjukkan oleh firman Allah: “Sungguh Kami telah menghiasi langit dengan bintang-bintang dan Kami jadikan ia sebagai pelempar setan.” (QS. Al-Mulk[67]: 5)
- Sebagai penunjuk jalan. Ini ditunjukkan oleh surah Al-An’am. Allah berfirman: “Dialah yang telah menjadikan bintang itu sebagai penunjuk jalan di daratan dan di lautan.” (QS. Al-An’am[6]: 97)
Hadits nomor 56:
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ – رضيَ اللهُ عنه – قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – صَلَاةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ فِي إِثْرِ سَّمَاءٍ كَانَتْ مِنْ اللَّيْلِ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ.
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani Radhiyallahu ‘Anhu dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengimami shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah, setelah terjadi hujan semalam. Ketika telah selesai shalat, beliau pun menghadap kepada manusia seraya bersabda: ‘Tahukah kalian apa yang difirmankan oleh Rabb kalian?’ Mereka berkata, ‘Allah dan RasulNya yang lebih tahu.’
Maka kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Allah berfirman: ‘Masuk dipagi hari ini dari hamba-hambaKu, ada yang beriman kepadaku dan ada yang kafir. Adapun orang yang berkata ‘Kita dihujani dengan karunia Allah dan rahmatNya’, maka ia beriman kepadaKu dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan, ‘Kita dihujani dengan bintang ini dan itu, maka ia kafir kepadaKu dan beriman kepada bintang-bintang.`” (HR. Muslim)
Shalat Berjamaah Ketika Safar
Hadits ini menunjukkan tetap disyariatkan shalat berjamaah walaupun ketika safar. Itu kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika safar bersama para sahabatnya, maka beliau di jalan meng-qashar dengan berjamaah.
Imam Menghadap Makmum Setelah Shalat
Disunnahkan bagi imam setelah selesai shalat untuk menghadap ke makmum. Disebutkan di sini ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selesai shalat, maka beliau pun menghadap kepada manusia. Kebiasaan beliau kalau habis selesai shalat maka menghadapkan wajahnya makmum. Ini adalah sunnah yang banyak ditinggalkan.
Disebutkan dalam riwayat Anas bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadap ke makmum itu terkadang dari kanan, terkadang dari kiri. Yang diingkari oleh sebagian sahabat adalah yang mereka menghadap ke makmumnya hanya dari kanan, tidak mau dari kiri.
Menisbatkan Nikmat kepada Allah
Hadits ini menunjukkan wajibnya menisbatkan kenikmatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Maka semua kenikmatan yang kita miliki wajib kita nisbatkan kepada Allah, tidak boleh dinisbatkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka orang yang menisbatkan nikmat kepada selain Allah dia sudah kafir nikmat. Makanya disini Allah mengatakan: “Masuk pagi hari dari hamba-hambaKu ada yang beriman ada yang kafir. Adapun orang yang mengatakan ‘kita dihujani dengan karunia Allah dan rahmatNya,’ maka dia beriman kepadaKu dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan ‘kita dihujani dengan bintang ini dan itu,’ maka dia kafir kepadaKu dan beriman kepada bintang-bintang.”
Allah menyebutkan Si Qorun yang menisbatkan kenikmatan yang ia miliki kepada ilmu dan kepintarannya. Qorun berkata:
إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِي
“Saya diberikan banyak harta ini karena keilmuan saya.” (QS. Al-Qasas[28]: 78)
Dia tidak nisbatkan nikmat itu kepada Allah, akhirnya Allah siksa Si Qarun, Allah tenggelamkan ia ke dalam bumi.
Terkadang juga ada orang berkata: “Saya berhasil ini berkat kerja keras saya.” Ini perkataan yang berbahaya. Karena sehebat apapun kerja keras kita kalau Allah tidak kasih maka tidak mungkin berhasil. Jangan nisbatkan kepada kerja keras kita, tapi nisbatkan kepada Allah. Boleh kamu katakan begini: “Saya berhasil semua berkat karunia Allah, kemudian saya kerja keras,” kalau seperti ini tidak masalah. Adapun kemudian Antum menisbatkan semuanya kepada kerja keras atau kecerdasan, demi Allah ini semua termasuk kufur nikmat. Maka nisbatkan semuanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian Orang Yang Berkata “Kita Dihujani Karena Bintang” Maka Dia Kafir
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52037-orang-yang-berkata-kita-dihujani-karena-bintang-maka-dia-kafir/